Maros, 3/7/2017. Pengusaha agribisnis dari Jakarta mengunjungi Instalasi Tambak Percobaan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAP3) di Maranak Maros. Kunjungan tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi langsung dari lapangan mengenai budidaya udang vaname menggunakan bak-bak fiber. Andi Geralz, pengusaha yang sudah mengembangkan agribisnis bidang peternakan sapi dan itik, tertarik untuk memulai budidaya udang dengan sistem bak-bak fiber yang akan dipadukan dengan sistem resirkulasi. “Model budidaya seperti ini dapat dilakukan dengan modal minim, sistem yang terukur dan produksi yang kontinyu, sehingga dapat menjadi starting point yang bagus untuk pengusaha yang baru memulai budidaya udang”ungkap Geralz. “Sebelum investasi yang besar, tentu kita ingin melihat peluang dari skala kecil dahulu”tambahnya. Geralz mengungkapkan keinginannya untuk melakukan kerja sama riset di instalasi tersebut sekaligus untuk uji coba skala kecil.
Model tersebut berasal dari penelitian yang dilakukan oleh Ir. Burhanuddin, peneliti BRPBAP3 di Instalasi Maranak, yang cukup prospektif untuk dikembangkan di tingkat masyarakat pesisir. “Kami menggunakan bak fiber ukuran 2 ton sebanyak 6 unit untuk memelihara 600 – 1000 ekor udang vaname setiap bak, dengan menggunakan aerasi blower selama 54 hari dapat panen 8 – 10 kg per bak, atau rata-rata bobot udang sebesar 12 gr per ekor”jelas Burhanuddin. “Bobot atau size tersebut dapat ditingkatkan dengan menambah waktu budidaya”tambahnya. Model seperti ini dapat diterapkan di halaman rumah masyarakat pesisir yang sudah memiliki sumberdaya air laut di sekitar rumah mereka, tanpa perlu memiliki tambak untuk budidaya. “Kami juga sedang melakukan kajian wadah budidaya yang lebih ekonomis untuk penerapan di masyarakat”ungkap Bur menambahkan keterangannya.
Selain itu, dilakukan pula kunjungan ke tambak milik pengusaha tersebut yang ternyata lokasinya tidak jauh dari instalasi. Pengukuran kualitas air insitu dan peninjauan saluran dilakukan di tambak tersebut. “Posisi tambak kurang optimal untuk budidaya karena pergerakan dan debit air di saluran yang terbatas. Selain itu, kualitas air khususnya salinitas juga tidak optimal untuk budidaya di tambak tersebut”jelas Bur yang didampingi oleh Laode Hafiz, teknisi kualitas air BRPBAP3, pada pengukuran kualitas air. Diskusi berkembang untuk penanganan masalah di tambak tersebut. Beberapa opsi dapat dilakukan dengan mencari sumber air seperti membuat sumur bor dan pemilihan komoditas budidaya yang tolerir pada rentang salinitas yang tinggi