Koran Makassar.com , Maros — Salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis penting yaitu Ikan Beronang (Siganus guttatus) telah diteliti sejak lama oleh peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk dibudidayakan secara utuh yaitu mulai dari aspek pembenihan hingga pembesaran. Ikan ini banyak ditemui di restauran, rumah makan seafood di Makassar. Umumnya ikan tersebut berasal dari kegiatan penangkapan. Di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan, Ikan Beronang mempunyai nilai ekonomis tinggi dengan harga Rp 50.000/kg untuk ikan berbobot sekitar 300 gr.
“Tentunya jenis ikan ini sangat potensial untuk dibudidayakan karena toleran terhadap kepadatan tinggi dan perubahan lingkungan serta mudah memanfaatkan pakan buatan”tutur Asda Laining, peneliti nutrisi dan teknologi pakan BPPBAP di Maros. “Dari tinjauan fisiologi dan budidaya, Ikan Beronang ini berbeda dengan ikan laut pada umumnya, Beronang merupakan ikan herbivor yang mampu mengkonversi asam lemak rantai pendek menjadi rantai panjang. Hal ini berarti bahwa ikan beronang membutuhkan sumber nutrisi dari laut yang lebih sedikit dibandingkan ikan laut lainnya”lanjut Asda yang merupakan alumni Kagoshima University Jepang.
Tim kelompok peneliti nutrisi dan teknologi pakan BPPBAP yang terdiri dari Dr. Usman, Dr. Asda Laining, Ike Trismawanti, S.St.Pi, Ramadhan, Wendy Santiatmadja, S.Pi, Umar, S.Pi telah berhasil membuka terobosan untuk melakukan produksi benih secara outdoor terkontrol. Larva yang baru menetas segera di tebar di tambak betonberukuran 1000 m2 yang telah tumbuh pakan alaminya. Larva tersebut diperoleh dari pemijahan induk beronang yang diberi pakan maturasi yang disuplementasi Spirulina sebagai sumber karotenoid. Hal ini menjadi peluang pembenihan Ikan Beronang karena selama ini menjadi masalah ketika dipelihara di bak-bak indoor. Dr. Usman, selaku ketua kelompok peneliti mengatakan meskipun pembesaran Ikan Beronang relatif mudah dilakukan, namun pemeliharaan larvanya dalam bak relatif sulit karena mortalitas tinggi yang terjadi masa awal penetasan. Penyebab mortalitas tersebut diduga karena tidak tersedianya pakan alami yang sesuai dengan bukaan mulut larva ketika kuning telurnya habis.
Hasil pantauan di tambak tersebut setelah 14 hari penebaran, juvenil ikan beronang sudah mulai terlihat berenang di sekiling tambak. Juvenil tersebut pada umur 35 hari sudah mulai memanfaatkan lumut sutra, bagian pucuk rumput laut jenis Gracillaria dan pelet terapung. Pada umur ini benih bobot ikan beronang berkisar 0,3 – 1,9 gr dengan panjang 2,1-5,0 cm dan sudah dapat diseleksi untuk pembesaran di tambak maupun keramba jaring apung (KJA) laut.
Adanya hasil studi awal ini akan menjadi daya ungkit ekonomi bagi pembudidaya melalui alternatif komoditas budidaya. “Kami terus melakukan studi mendalam untuk aspek pembenihan ini dan melakukan berupaya melakukan pembesaran baik di tambak maupun KJA yang teknologinya sudah dapat dikuasai”jelas Usman. (ajl)